Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan
Ibarat mendaki gunung yang tinggi, tentu dimulai dari niat yang hakiki, dari dataran terendah di kaki gunung, lalu mulai pelan-pelan naik selangkah demi selangkah bertemu dengan rumput liar, binatang yang tak terdeteksi, rasa lapar, dingin, takut, pohon yang rendah, pohon yang rimbun, ragu. Jika semua itu dilalui dan terus melangkah naik maka akan berada di titik puncak yang diharapkan. Sesampainya di puncak akan nampak bunga edelweis yang menyejukkan mata, pemandangan di bawah yang begitu indah, udara yang begitu bersih, dan langit yang sangat dekat dengan posisi mata. Tentu itu adalah bayaran mahal bagi pendaki ulung. Demikian kiranya dalam kehidupan sosok Agussani, ia memiliki niat dan harapan yang tinggi untuk berhasil, ia mulai perjalanan dari kampung halaman hingga berada di kota perantauan Medan, ia bertemu dengan ‘rumputrumput liar’, berbagai kejahatan dari manusia dan alam ia dapati, rasa takut, kesakitan, semua ia hadapi untuk berada di titik keberhasilan agar dapat melihat pemandangan kehidupan yang lebih baik dan itu bukan hanya sekadar pemandangan saja, namun kehadiran yang berlama-lama tinggal secara bahagia di pikiran dan perasaan. Ia yakin akan keberhasilan itu, sehingga ia melanjutkan apa yang telah menjadi pilihannya. Semakin tinggi seorang manusia diuji, itu menunjukkan bahwa seseorang itu beriman dan menjadi hamba pilihan. Yang hanya padanya ia mampu, pada yang lain tiada mampu. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi Agussani sejak kecil, remaja, hingga dewasa adalah kesulitan yang tak biasa, itu kesulitan yang tinggi, sekalipun ia menjadi dosen, lalu diberi jabatan pimpinan fakultas, naik jabatannya menjadi pimpinan universitas tentu ada banyak kesulitan yang ia terima. Kesulitan-kesulitan yang tinggi itu tidaklah ia tolak, tapi justru menjadi tantangan untuk ditemukan solusinya. Ia percaya bahwa di balik kesulitan, ada jalan keluar yang telah mendampingi kesulitan itu. Masa kecil yang dilalui dengan julukan yang tak ia sukai, pertentangan akan hobi, hinaan ketika akan pergi naik sibualbuali untuk urusan studi, mencari tempat tinggal yang tepat, konflik dengan teman sejawat, penolakan atas ide-ide briliannya, semua ia terima dengan bijaksana. Sekalipun telah menjadi orang nomor satu di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara bukan berarti kesulitan itu tak ada, justru semakin merajalela. Kebijakankebijakan yang ia buat menjadi pro dan kontra, kedisiplinan yang dianggap berlebihan, demonstrasi yang penuh ambisi, pelemparan fisik terjadi, ditertawakan, dipandang sebelah mata, namun semua itu dihadirkan untuk melatih kesiapan dalam kepemimpinan. Kini betapa Agussani diselimuti prestasi gemilang yang akan terus dikenang. Untuk pertama kalinya UMSU di tangannya berhasil meraih akreditasi A dan menuju universitas kelas dunia. Semoga berlahiran Agussani-Agussani yang lain agar Indonesia semakin jaya.