MEMABANGUN DESA PERADABAN
Desa memiliki posisi strategis di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak berlebihan jika dalam RUU Desa versi dan inisiasi DPD RI, desa dipandang, disikapi dan diusulkan untuk diposisikan sebagai “Negara Kecil” dengan seluruh potensinya. Tidak saja karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di desa, tapi desa adalah Sumber Daya, memiliki berbagai potensi, baik dari aspek Sumber Daya Alam, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, terutama Sumber Daya Manusia. Sayang, berbagai potensi ini belum secara maksimal dikelola dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah faktor antara lain: masih tingginya angka kemiskinan di desa, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat secara formal, dan masih banyaknya ditemui pengangguran. Ketiga permasalahan tersebut yakni: kemiskinan, pendidikan dan pengangguran perlu mendapat perhatian berbagai pihak; pemerintah dan parlemen (DPR RI dan DPD RI) terutama dengan UU Desa-nya, swasta dengan CSR (Corporate Social Responsibility)-nya, lembaga swadaya masyarakat maupun media, tidak hanya berpihak tetapi langsung terlibat dan dirasakan langsung oleh Masyarakat Desa. Ini penting agar masyarakat desa memiliki motivasi dan kapasitas dalam menumbuh-kembangkan potensi sumberdaya yang begitu melimpah. Propinsi Jawa Barat meluncurkan Program Desa Peradaban Sebagai Upaya Pemberdayaan Desa Berbasis Masyarakat. Apabila dilihat dari sudut pandang Ke-Islaman, hal tersebut pada hakikatnya adalah Desa Madani, mengingat begitu strategisnya posisi desa. Antara lain: Pertama, desa merupakan daerah penyangga pangan, baik bagi masyarakat desa sendiri maupun masyarakat yang tinggal di kota. Kedua, desa juga merupakan pusat pengembangan Sumber Daya Manuasi dalam berbagai bidang termasuk penyiapan para calon pemimpin masa depan. Dengan pemberdayaan SDM ini, maka problematika masyarakat kota seperti urbanisasi juga akan teratasi dengan sendirinya. Untuk itu, program-program pendidikan baik yang bersifat formal maupun informal perlu diluncurkan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Ketiga, desa memiliki potensi wisata, budaya dan lingkungan yang masih alami. Hal ini tentu dapat menjadikan desa sebagai salah satu pusat untuk mengembangkan program tujuan wisata. Setiap kondisi masyarakat tentunya memiliki ciri dan tantangan masing-masing dalam mendapatkan akses pendidikan. Pendidikan sejatinya harus bisa dimaknai sebagai ruang terbuka yang setiap orang berhak mendapatkannya. Salah satu solusi untuk mendapatkan pendidikan adalah dengan diadakannya pendidikan nonformal bagi masyarakat. Inilah kunci bagaimana pendidikan berbasis masyarakat bisa diterapkan dengan menyesuaikan pada kondisi masyarakat setempat. Jika merujuk pada pendapat Mark K. Smith: "Pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagi mengenai kepentingan umum. Pendidikan ini bertujuan untuk mengembangkan dengan sukarela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka. Pendekatan pendidikan berbasis masyarakat adalah salah satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan. Dengan terbitnya buku “Membangun Desa Peradaban Berbasis Pendidikan” yang ditulis oleh saudara Dr. H. A. Rusdiana, MM, sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat, di dalamnya memberikan sebuah harapan pada insan pendidik, pengadi dan peneliti dalam rangka mengembangkan tugas tridhama PT, terutama para dosen, mahasiswa untuk mengkaji lebih mendalam sehingga memberikan alternatif pemikiran, pijakan, dan tauladan kepada pengguna, yang pada akhirnya dapat memberikan konstribusi pada pembentukan karakter pendidikan yang bermutu. Dengan hadirnya buku “Membangun Desa Peradaban Berbasis Masyarakat” Saya menyabut baik, sebagai karya ilmiah dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dengan harapan selain sebagai bahan kajian dan diskusi di kelas juga dapat memberikan nilai tambah bagi para pendidik, pengelola pendidikan, pengamat pendidikan, dan masyarakat luas. Bandung, 19 Juli 2013 Dr. H. Syukriadi Sambas, M.Si.