JALAN BERLIKU DEMOKRASI INDONESIA
Pelaksanaan demokrasi elektoral yang telah berkali-kali digelar baik itu pilkada serentak ataupun pemilu serentak masih menyisakan persoalan, terutama berkaitan dengan proses penyelenggaraan pemilu mulai dari pencalonan, daftar pemilih, kampanye, dana kampanye, logistik, pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi. Permasalahan yang terjadi dalam setiap tahapan kerapkali merupakan problem berulang dan klasik tetapi terus menerus terjadi. Revitalisasi yang digaungkan oleh pihak terkait termasuk juga partai politik hanya terfokus pada pemenangan elektoral tetapi menyentuh pada pembenahan atas evaluasi yang dilakukan. Tidak peduli apakah kemenangan tersebut diraih dengan menghalalkan segala cara seperti politik uang, memobilisasi aparatur sipil negara dan kepala desa, politik dinasti dan kekerabatan, penggunaan anggaran dan fasilitas negara lainnya, melakukan suap kepada penyelenggara pemilu dan cara lain yang dilakukan dengan mencederai nilai-nilai demokrasi. Stein Ringen dalam bukunya berjudul What Democracy is For (2007) menyatakan bahwa demokrasi bukan hanya sekadar sarana meneguhkan sebuah pemerintahan yang sah. Lebih dari itu, demokrasi harus menghadirkan kehidupan warga yang bahagia, sejahtera, aman, dan nyaman (human security and well being) yang dilalui dengan proses penyelenggaraan demokrasi prosedural yang berkualitas dan berintegritas. Jangan sampai ada cacat bawaan dalam demokrasi prosedural yang menyebabkan pasca pemilu rapuh di demokrasi substansi. Tantangan pemilu serta pemilihan serentak 2024 yang akan semakin berat, dari aspek penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan pemilih. Penyelenggaraan pemungutan suara pemilihan presiden, serta pemilihan anggota DPD, DPR, DPRD I dan II, digelar pada 14 Februari 2024. Sementara pemilihan kepala daerah digelar secara serentak pada November 2024. Adanya irisan tahapan antarpemilu dan pemilihan mengakibatkan berbagai potensi rawan akan terjadi. Jika tidak diantisipasi dengan baik, maka problem berulang yang terjadi pada pilkada dan pemilu berpotensi menghilangkan kepercayaan publik pada demokrasi. Buku ini merupakan catatan kritis yang dilakukan oleh penulis selama mengikuti perjalanan dan sepak terjang di Pilkada Serentak 2015, 2017, 2018, 2020 serta Pemilu Serentak 2019. Meskipun tidak tersusun rapi dan detail di setiap sub tahapan proses penyelenggaraan, terdapat beberapa catatan krusial semisal pada logistik serta proses pemungutan dan penghitungan suara yang dibahas secara terperinci. Oleh karenanya, mohon dimaklumi jika terdapat data-data yang dicantumkan masih dalam bentuk progress. Bab pertama berisikan mengenai sejarah dan pelaksanaan pilkada serta pemilu serentak dengan pendekatan deskriptif-naratif. Bab kedua mengulas perempuan dan politik, tantangan yang dihadapi khususnya pada tahapan kampanye serta strategi komunikasi politik perempuan. Bab ketiga memaparkan bagaimana lingkaran kontestasi yang membutuhkan biaya tinggi dan mendorong terjadinya tindakan korupsi. Tertangkapnya kepala daerah dan caleg terpilih pascaelektoral menggambarkan bahwa saat ini di internal partai politik mengalami krisis integritas. Siklus ini terus menerus berputar dari pemilihan ke pemilihan berikutnya.