Pengupahan Berkeadilan Menurut Hukum Islam
Sistem pengupahan buruh perusahaan di Indonesia telah banyak menyebabkan konflik seperti adanya jenjang kesejahteraan yang terlalu menyolok antara pimpinan dan bawahan. Telah terjadi pemisahan dan polarisasi berupa perkembangan golongan yang memiliki pekerjaan yang baik dengan memperoleh gaji tinggi, dapat meningkatkan kedudukan sosial, terjamin kebutuhan hidup, dan memiliki kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Pada pihak lain, perkembangan bawahan (buruh) dengan pekerjaan yang berat, waktu yang panjang, pekerjaan yang berganti-ganti dan tidak memiliki kepastian dalam pekerjaan (sistem kerja kontrak dan outsourcing). Di samping itu, buruh dibayar dengan upah yang sangat murah dengan tunjangan yang sangat minim. Upah murah terjadi akibat kebijakan pemerintah bersama para pengusaha yang menjadikan KHL (Kebutuhan Hidup Layak) seorang lajang dengan tingkat hidup paling minim dan komponen KHL dengan harga termurah di pasar sebagai pijakan dalam menentukan besarnya upah (UMP) seorang buruh sehingga mereka tidak memperoleh upah, kecuali upah yang hanya cukup untuk melangsungkan kehidupannya agar mereka tetap dapat bekerja. Dalam konteks ini, sebenarnya buruh belum memperoleh upah. Mereka hanya memperoleh biaya hidup (biaya operasional) sebulan sehingga bisa bekerja. Begitupun untuk upah penyesuaiannya (upah sundulan) yang tertuang di PKB antara pengusaha dan serikat buruhnya. Adapun penyebab lain sehingga buruh dibayar dengan upah murah menurut para pengusaha adalah dikarenakan persentase porsi (pengeluaran biaya) untuk upah terlalu kecil, terjadi beban biaya operasional dan suku bunga bank yang terlalu tinggi serta terlalu banyak pengeluaran untuk pungutan illegal. Sistem pengupahan berkeadilan menurut Islam merupakan alternative untuk dapat menyelesaikan permasalahan sistem pengupahan di Indonesia. Visi dan misi dari pendirian perusahaan adalah kemaslahatan dengan menciptakan kesejahteraan totalitas antara sahib al-mal, mustajir dan ajir serta negara dan lingkungan dimana perusahaan erada. Melalui pendekatan syirkah-inan wa al-ijarah, maka akan diperoleh maksimasi pendapatan buruh sehingga “nilai lebih” dari hasil kerjanya akan diperoleh buruh sebagaimana haknya. Buruh mendapatkan upah dikarenakan perusahaan memperoleh laba dalam bentuk bagi hasil yang terdiri dari gainsharing, profit sharing dan employee ownership. Di samping itu, untuk kebutuhan kesehariannya sehingga mereka dapat bekerja; buruh memperoleh biaya operasionalnya dalam bentuk UPL (Upah Pokok Layak). UPL yang diterimanya adalah UPL yang memenuhi lima kebutuhan pokok manusia yang terdiri dari (perlindungan terhadap): agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. UPL terdiri dari upah/gaji pokok dan tunjangan. Gaji pokok adalah biaya opersional buruh sehingga mereka dapat menjalankan pekerjaannya selama sebulan sedangkan tunjangan adalah lima kebutuhan pokok di luar gaji pokok untuk buruh dan keluarganya.