Bocah Matahari: Syamsudin Kadir di Mata Sahabat
Syamsudin Kadir, akrab disapa Bang Kadir, adalah sosok motivator dan inspirator literasi yang handal Indonesia. Sepak terjangnya di dunia literasi terutama kepenulisan sudah tidak bisa dianggap sepele lagi. Ia lahir di Cereng pada 8 Agustus 1983 sekaligus anak ke-4 dari 9 bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Tahami (alm.) dan Siti Jemami (almh.), sebuah kampung yang sangat jauh dari hiruk pikuk kota di Manggarai Barat, NTT. Tanda-tanda ketertarikan dan terpanggilanya pada dunia literasi terutama kepenulisan sudah terlihat sejak Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Cereng pada 1990-1996 silam di kampung halamannya. Hal itu berlanjut ketika mengenyam pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) di Pondok Pesantren Nurul Hakim (NH) di Kediri, Lombok Barat, NTB. Bahkan kelak ketika menempuh pendidikan tinggi di UIN Bandung dan UI Bunga Bangsa Cirebon. Termasuk ketika aktif di berbagai organisasi, forum dan komunitas kepenulisan juga media sosial. Ia sosok supel dalam bergaul, lincah berbicara dan tajam berargumentasi, semua kalangan mampu dijadikannya sebagai sahabat; besar, kecil, dan sepantaran ia mampu menyesuaikan diri dengan semuanya. Ia juga akrab dengan kalangan pejabat di berbagai lembaga termasuk di Kementrian Negara, TNI dan Kepolisian. Termasuk akrab dengan akademisi, seniman, budayawan, jurnalis, peneliti dan pengusaha. Merantau adalah arah angin yang telah mengubah posisi dan keadaannya. Menjadi makmur memang masih dalam proses baginya, namun apa yang tengah dijalani dan apa yang telah diraihnya, menurut saya setidaknya sudah bisa dikatakan cukup sukses. Sebab, menjadi penulis puluhan buku, editor, dan pembicara pada berbagai macam forum adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas dan kemampuan intelektualitas yang tinggi. Ia memiliki kunci dan modal sehingga ia mampu fight dan bisa berada di deretan pembicara dan penulis aktif yang telah berhasil menulis puluhan buku dan ratusan artikel yang di muat oleh beberapa harian lokal bahkan nasional, diantaranya ia tahu bakat dan potensinya kemudian terus belajar serta bertumbuh; di samping latar belakang pendidikannya yang cukup memadai. Semua ini telah membuatnya menemukan anugerah Allah yang memang telah dialirkan dalam darah-dagingnya; sebagai seorang penulis produktif dan pembicara handal di berbagai forum. Karenanya, para sahabatnya, termasuk melalui buku sederhana ini mengenalnya sebagai “Bocah Matahari”. Hal ini tidaklah berlebihan diberikan pada sosok ini; seorang anak yang lahir dari arah terbitnya matahari Timur Indonesia (NTT) serta dibesarkan dan senantiasa dinaungi oleh ganasnya matahari perjuangan. Laksana matahari; ia senantiasa penuh semangat dan gairah, sumringah, berbicara blak-blakan, suka berbagi dan lantang mengkritik apa yang dipandangnya tidak berjalan sesuai koridor. Selamat membaca!