Fonetik dan Fonologi Alquran
Ilmuwan Islam sejak dini telah mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap pemeliharaan Alquran agar terhindar dari distorsi makna. Mereka mendeskripsikan makhraj dan sifat bunyi-bunyi Alquran dengan sangat detil melebihi dan deskripsi yang dilakukan ilmuwan lain sampai sekarang. Ilmu bunyi Alquran tersebut mereka populerkan dengan nama ilmu tajwid dan ilmu qira'at. Materi kedua ilmu ini sejak lahir sampai sekarang terkesan stagnan, tidak mengalami perubahaan, karena kedekatannya dengan Alquran itu sendiri. Kekhawatiran ini tidak beralasan, karena kedua Ilmu ini lahir tiga abad setelah Alquran turun ketika Abu Ubaid Qasim bin Salam meluncurkan bukunya yang berjudul Al-Qira'at (w. 224 H). Penyusun ilmu tajwid dan qira'at di masa pertamanya dipastikan bukan ulama kedokteran dan ahli anatomi, apalagi insinyur IT, sehingga deskripsi mereka tentang organ bicara dan fungsinya sedikit banyak tidak sejalan dengan penemuan kedokteran, anatomi, dan IT. Oleh sebab itu, menghubungkan tajwid dan qira'at dengan fonetik dan fonologi yang menggunakan hasil penemuan kedokteran, anatomi, dan IT dalam penelitiannya, terasa menjadi kebutuhan zaman. Bagian pertama buku ini bersisi pendahuluan; bagian kedua berisi fonetik Alquran, yaitu mempelajari bunyi Alquran tanpa memperhatikan maknanya, seperti organ bicara manusia dan fungsinya; bagian ketiga berisi fonologi Alquran, yaitu mempelajari bunyi Alquran dengan memperhatikan makna dan fungsinya, seperti imalah, isymam, dan roum; sedangkan bagian keempat memuat pengajaran Alquran, seperti pengajaran iqra', tahsin tilawah, dan tahfizh.