Mufakat Firasat
Buku ini lahir dari sebuah cita sederhana: mendorong para islamis di tubuh gerakan dakwah untuk tidak sibuk dengan kerja-kerja sporadis dalam membela umat. Tidak lagi menjadi sosok yang berpikir pendek dan gagal meneroka hari esok. Kapasitas akal yang Allah karuniakan niscaya untuk dipergunakan dalam jalan dakwah ini. Bila Fazlur Rahman pernah menasihati Wan Mohd Nor Wan Daud untuk mengurangi porsi waktu aktivisme, saya setujui dengan catatan: bukan meninggalkan sama sekali roh pergerakan yang biasa dijalani. Bukan meninggalkan sama sekali, melainkan mengokohkan roh gerakan dengan meluaskan perspektif agar hikmahlah yang direngkuh; bukan fanatisme kelompok. Menjadilah mereka tidak lagi hitam-putih dengan berakal pendek. Buku ini, tegasnya, satu dorongan agar para islamis melakukan sabatikal. Sejenak berhenti dari rutinitas, untuk kemudian meluaskan cakrawala keilmuan dan meninggikan kualitas adab diri. Sebab, gerakan Islam sering kali bernyali kuat tapi bernyala temporer. Tidak setiap saat hadir ketika umat berhajat. Apa pasal? Karena aktivis gerakan Islam sering kali dihinggapi persoalan yang klasik: perpecahan. Seolah apa saja bisa diperselisihkan oleh mereka yang di mata awam malah dipandang orang-orang baik dan mengerti agama. Tak heran, hikmah seolah enggan menaungi. Padahal, kata Abu alib al-Makki, hikmah merupakan karunia pertama yang Allah khususkan kepada al-hukama (para pencari hikmah).