Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah dewasa ini menghadapi berbagai permasalahan yang tidak sederhana. Di tengah gempuran modernisasi dan kemajuan teknologi, pelajaran agama sering kali dianggap tidak relevan atau kurang menarik bagi generasi muda. Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan ternama, pernah menyatakan bahwa pen- didikan sejati adalah pendidikan yang membebaskan dan membawa pada kesadaran kritis. Sayangnya, PAI saat ini sering dianggap sekadar mata pelajaran wajib tanpa relevansi kontekstual yang kuat, sehingga siswa sulit melihat nilai praktisnya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, nilai-nilai agama yang seharusnya membentuk karakter justru kurang dipahami secara mendalam. Salah satu kendala terbesar dalam pembelajaran PAI adalah waktu yang sangat terbatas. Sebagai bagian dari kurikulum nasional, PAI dihadirkan dalam porsi yang sama dengan mata pelajaran lainnya, padahal pendidikan agama memerlukan pendalaman dan waktu khusus. Menurut Ahmad Tafsir, pembelajaran agama seharusnya tidak hanya menekankan aspek kognitif, tetapi juga harus mampu membentuk sikap dan perilaku yang positif. Ke- terbatasan waktu pada akhirnya membuat PAI lebih sering berfokus pada aspek kognitif, tanpa kesempatan bagi siswa untuk memahami nilai-nilai agama secara komprehensif. Selain itu, kurikulum yang ada sering kali kurang memberikan ruang yang memadai bagi penguatan materi keagamaan. Dalam beberapa ka- sus, PAI harus beradaptasi dengan sistem pendidikan yang dirancang lebih berfokus pada pencapaian akademik daripada pendidikan karakter. Dalam buku Education for Critical Consciousness, disebutkan bahawa Pendidik-an haruslah menekankan pada Upaya agar siswa terdorong untuk memiliki kesadaran kritis, yang hanya mungkin tercapai jika mereka mampu men- dalami materi, termasuk nilai-nilai agama yang relevan. Tanpa hal ini, PAI berisiko hanya menjadi pelengkap di sistem pendidikan yang kian sarat mu- atan akademik, yang tentu menghambat pembentukan moral dan karakter siswa. Masalah lainnya adalah kualifikasi dan jumlah tenaga pengajar yang kompeten di bidang PAI. Untuk menghasilkan pendidikan agama yang ber- mutu, dibutuhkan tenaga pendidik yang tidak hanya memiliki pengetahuan agama yang baik, tetapi juga mampu menyampaikan materi dengan metode yang relevan, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Muhammad Quraish Shihab bahwa: Pendidikan agama seharusnya menyentuh hati dan membawa kepada cinta serta pengamalan ajaran agama, bukan sekadar pengetahuan. Namun, keterbatasan kualifikasi pengajar sering kali menye- babkan PAI disampaikan secara teoretis dan kurang mendalam, sehingga aspek afektif dari pendidikan agama belum sepenuhnya tercapai. Berbagai permasalahan ini menunjukkan pentingnya dilakukan upaya strategis untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran PAI. Strategi yang efektif tidak hanya diperlukan untuk mempertahankan eksistensi PAI di sekolah, tetapi juga agar PAI dapat memberikan dampak nyata dalam kehidupan siswa. Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah proses yang memberikan daya kekuatan pada peserta didik agar mampu berdiri sendiri dan mandiri. Hal ini sejalan dengan tujuan PAI untuk membentuk karakter siswa yang mandiri, bermoral, dan berakhlak mulia. Salah satu langkah konkret untuk memperkuat pembelajaran PAI adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis madrasah diniyah di sekolah. Melalui pendekatan ini, siswa akan memperoleh tambahan mata pelajaran agama yang lebih mendalam. Langkah ini sejalan dengan konsep pendidikan sebagai penguatan yang diungkapkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang menekankan bahwa pendidikan Islam seharusnya membentuk manusia dengan keseimbangan pengetahuan dan spirituali- tas. Pendekatan ini diharapkan mampu mengatasi keterbatasan waktu serta memperkaya pemahaman siswa akan ajaran Islam secara menyeluruh. Buku ini hadir sebagai solusi alternatif yang diharapkan dapat membe- rikan angin segar dalam penguatan pembelajaran PAI di sekolah. Dengan pendekatan berbasis madrasah diniyah, materi PAI dapat diperluas dengan mengakomodasi pelajaran-pelajaran penting seperti fikih, akhlak, dan seja-rah kebudayaan Islam. Konsep ini selaras dengan gagasan Azyumardi Azra, yang menganggap pendidikan agama sebagai pendidikan yang menciptak- an generasi yang memiliki integritas moral dan sosial. Dengan tambahan mata pelajaran ini, diharapkan siswa tidak hanya memahami ajaran agama dari segi teoretis, tetapi juga memiliki keterampilan praktis dalam menja- lankannya.
Book Details
- Country: US
- Published: 2025-03-04
- Publisher: UMMPress
- Language: id
- Pages: 123
- Available Formats:
- Reading Modes:
Buy Now (9.11 USD)