Buku ini merupakan gambaran terkait bagaimana menghadapi perkembangan digitalisasi dengan mengembangkan LCMS sebagai salah satu alternatif solusi yang dapat diberikan. Menurut Wagner (2010), pembelajaran abad kedua puluh satu meliputi hal-hal berikut seperti berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi lintas jaringan, kelincahan dan kemampuan beradaptasi, inisiatif dan kewirausahaan, komuni-kasi lisan dan tertulis yang efektif, mengakses dan menganalisis informasi dan rasa ingin tahu dan imajinasi. Hal ini adalah perilaku dan keterampilan belajar tingkat tinggi yang bergan-tung pada aksesibilitas alat teknologi serta pengetahuan guru dan pedagogi yang mengembangkan potensi yang ditawarkan dalam lingkungan yang kaya teknologi (Nielsen dkk., 2015). Pertanyaannya adalah mungkinkah hidup di puncak Baby Boomers dan Generasi X menunjukkan bahwa para pendidik pra-milenium ini biasanya adalah imigran di dunia digital? Apakah kita hanya menunggu Gen Y yang paham internet naik ke posisi otoritas dan menerapkan perubahan yang diperlukan? (Flintoff, 2010).
Fakta yang terjadi di lapangan adanya kebijakan “Belajar dari Rumah” yang digagas oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi sebagai jawaban dalam upaya mengatasi penyebaran COVID-19 di kalangan pendidik. Secara otomatis, melalui kebijakan ini menuntut semua pelaku belajar mengajar, termasuk guru untuk berkompeten dalam pembe-lajaran berbasis digital. Bagi guru yang merupakan atau termasuk ke dalam generasi X, Y dan Z tentu tidak terlalu mengalami kesukaran dalam proses pelaksanaannya. Namun hal ini berbeda apabila yang menjalaninya adalah generasi baby boomers. Generasi ini lahir pada kisaran tahun 1945 sampai dengan 1964. Terkait dengan preferensinya, maka penggunaan teknologi digital cenderung bagaimana bisa menyelesaikan suatu tugas yang diberikan.