bus antarkota menuju yogya
lagu ebiet yang terputar seperti gerimis
di kaca jendela
dengan pepopohan sepanjang jalan berlari
ke arah masa lalu
yang sembunyi di punggungku
dalam ransel penuh dengan remah masgyul
meski tak seberat buku filsafat
di wirobrajan lampu lalu lintas menyala merah
tapi aku tak mau turun
aku belum sampai ke jantungmu
hendak kulupakan kampus dan ruang kelasnya
yang kadang berlagak tiran dan tak memberi
ruang bagi fantasi musim keremajaan
biarlah aku tetap berputar putar di jalan kegelisahan
karena demikian lagu dan puisi yang hidup
menyanyikan ledakan ledakan dari hari ke hari
dan terus memburu keajaiban kata katamu:
datanglah, masih ada waktu