"Laila Ini jatah bulanan kamu, dan harus cukup sampai akhir bulan!" tegas suamiku dengan memberikanku jatah bulanan sebanya 1.500.000
"Mas, uang ini cukup untuk pengeluaran 10 hari," ucapku supaya Mas Rizwan mengerti kekurangan keuangan dalam rumah tangga.
"Apa, 10 hari?" Rizwan terbelalak ketika aku mengucapkan apa yang sebenarnya.
" Kamu boros sekali lihat si janah di jatah suaminya sebulan satu juta itu udah cukup buat dia lah kamu aku beri satu setengah juta masih bilang gak cukup," mas Rizwan tak kalah sewot.
"Maaf Mas, uang ini jika sudah kepotong cicilan mesin cuci bayar kontrakan sisanya tinggal 500 ribu dan hanya cukup untuk 10 hari," terangku pada Mas Rizwan.
"Aku gak mau tau, pokoknya harus cukup sampai sebulan titik!" bentak mas Rizwan.
"Baiklah Mas jika kamu tetap ngotot seperti itu, lebih baik kamu pegang sendiri uangnya dan atur sendiri. Masak seorang manajer ngasih istrinya 10 persen dari gajinya. Terus gajimu yang lain kemana, hah?" sudah muak dengan keputusan yang dibuat seenaknya.
"Kamu mulai berani, Lai!" bentak mas Rizwan tapi aku sudah tak gentar lagi dengannya. Sudah cukup perlakuannya selama ini buatku
"Owh, belagu sekali kamu. Punya apa kamu? Dan bisa apa kamu kalau tidak menggantungkan hidupku padaku?" mas Rizwan masih meremehkanku.
"Baiklah Mas, sepertinya selama perkawinan kita kamu sepertinya terbebani jika menafkahi aku. Baiklah Besok aku akan melamar pekerjaan dan kamu gak perlu larang aku!" tegasku sambil berjalan mendekati mas Rizwan. Mas Rizwan terlihat gugup sampai mundur beberapa langkah
"Apa maksudmu, kamu tidak boleh bekerja!" ucap mas Rizwan tak kalah lantang.
"Kalau aku gak boleh kerja ya kemarikan kartu ATM mu dan biarkan aku yang mengurusnya!" tantangku.
"Tidak akan! Enak sekali kamu bilang, nanti aku gak bisa menikmati hidup bersama teman - teman ku donk,"
Begitulah Rizwan yang lebih mementingkan hal pribadi dan keluarganya daripada istrinya sendiri