Buku ini lahir dari perjalanan panjang penuh tantangan, yang bukan hanya sekadar upaya meraih gelar akademik, tetapi juga bentuk perjuangan melawan batasan yang kerap menghambat langkah santri dalam menembus dunia pendidikan tinggi. Saya percaya bahwa ilmu, baik agama maupun umum, adalah cahaya yang akan menerangi jalan kehidupan, dan seorang santri tidak seharusnya dibatasi oleh sekat-sekat tradisi yang membatasi ruang gerak mereka dalam meraih mimpi.
Tidak banyak yang percaya bahwa seorang santri dari pesantren tradisional bisa menembus dunia akademik hingga meraih gelar doktor dengan beasiswa prestisius seperti LPDP. Paradigma lama masih melekat: santri cukup mengaji, menjadi ustaz, dan mengabdi di pesantren. Tapi bagaimana jika seorang santri memilih jalan berbeda? Bukan sekadar mengaji, tetapi juga menguasai ilmu dunia, berdialog dengan akademisi global, dan membuktikan bahwa intelektualitas dan spiritualitas bisa berjalan beriringan?
Buku ini bukan sekadar catatan perjalanan akademik, melainkan kisah perlawanan terhadap batasan-batasan yang sering dibuat oleh lingkungan. Saat santri lain ragu untuk melangkah keluar dari zona nyaman, penulis memutuskan untuk bertaruh pada mimpinya. Tantangan bukan hanya datang dari proses seleksi beasiswa yang ketat, tetapi juga dari stigma bahwa pendidikan tinggi tak sejalan dengan kehidupan seorang santri. "Buat apa sekolah tinggi kalau akhirnya tetap kembali ke pesantren?" Begitulah pertanyaan yang kerap muncul.